Namun kali ini saya ngotot untuk mengemudi di jalan antar kota yang belum pernah saya lewati sebelumnya sekalipun hanya sebagai penumpang. Saya penasaran sekali bagaimana rasanya. Akhirnya saya diijinkan mengemudi Bakauheni-Bandar Lampung selama sekitar 2 jam dan Palembang-Jambi selama sekitar 5,5 jam. Pengalaman ini semakin menantang karena jalur Lintas Sumatra penuh dengan truk besar, sementara jalurnya juga melalui hutan-hutan yang jarang penduduk.
Belum lagi kondisi jalan rusak dibeberapa tempat yang bisa membahayakan jika refleks tidak bagus.
Pada menit-menit pertama, saya langsung mendapati bahwa keahlian dan keberanian bukanlah yang utama, melainkan kesabaran. Hanya dengan kemampuan rata-rata, jalur luar kota tidaklah mengerikan. Kesabaran menjadi yang utama karena untuk mengemudi jarak jauh memerlukan daya tahan fisik dan konsentrasi dalam jangka waktu lama hingga berjam-jam. Kondisi badan dan pikiran harus rileks. Dengan begitu, refleks tetap terjaga. Handphone mutlak tidak usah dihiraukan. Jika berhenti untuk istirahat, misalnya di SPBU atau rumah makan, barulah cek semua panggilan handphone.
Yang sering terjadi di jalur luar kota adalah terpancing untuk saling menyalip, apalagi jika jalan mulus berkelok seperti track F1. Pengemudi perempuan dalam kota sering dianggap tidak piawai, sehingga meskipun jalurnya sudah benar, tetap saja sering diklakson. Tidak demikian di jalur luar kota. Karena sedikitnya pengemudi perempuan luar kota, maka sopir-sopir truk dengan senang hati memberikan kesempatan untuk menyalip, bahkan bisa tiga truk gandeng sekaligus tersalip. Tapi jika malam tiba, sementara diluar kota jarang ada lampu penerangan jalan, maka sopir perempuan diperlakukan sama dengan sopir laki-laki.
Dalam posisi iring-iringan, kesabaran harus dijaga. Kadang saking tidak sabarnya menyalip padahal pandangan kita tidak bebas, misalnya di kelokan atau di jalan naik turun (cilukba). Kadang begitu mobil depan menyalip mobil didepannya lagi, kita mengekor dibelakangnya, padahal pandangan kita terhalang mobil tersebut. Mobil tersebut bisa saja mendadak banting setir kekiri jika melihat jalur lawan ada mobil dan membuat mobil kita terjebak papasan.
Perhatikan lampu rem mobil didepan kita. Meskipun kita tidak melihat apa yang terjadi didepan mobil tersebut, jika mobil tersebut mengerem, kita harus ikut mengerem juga. Kita harus percaya dengan apa yang dilihat sopir depan dan bersabar menunggu gerakan mobil tersebut selanjutnya, apakah berhenti atau berjalan normal kembali.
Jalan siang atau malam sama-sama ada untung ruginya. Jika jalan siang, jalan rusak atau berlubang lebih bisa kita tangkap meski dengan pandangan sepintas. Sementara jika jalan malam sulit karena jarang jalur luar kota yang dipasangi lampu dikanan dan kiri jalur tersebut. Jika jalan malam, kita agak terbantu dengan sorot lampu mobil dari jalur lawan untuk melihat apakah jalur lawan aman atau tidak untuk menyalip di kelokan dan di jalan cilukba. Sementara jika jalan siang, lebih baik tidak menyalip dikelokan. Menyalip di jalan cilukba di siang hari masih memungkinkan asal pandangan kita bebas saat berada di atas gundukan.
Bagaimana jika ada ambulance lewat? Para pengemudi sering memanfaatkan ambulance sebagai vooreijder supaya bebas hambatan dan bisa ngebut. Sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan karena arak-arakan dalam kecepatan tinggi sangat berbahaya, misalnya jika ada pengereman mendadak atau salah satu sopir dari mobil-mobil itu hilang konsentrasi karena terlalu lama fokus dalam kecepatan tinggi.
Mengemudi yang tidak sabar hanya akan menghasilkan stress dan fisik yang cepat lelah. Ciri-cirinya adalah ketegangan di urat-urat leher yang lama-lama bisa membuat pusing. Jika sudah demikian, goyangkan kepala, lakukan gerakan stretching ringan sambil menyetir dan mendengarkan musik. Tapi jika mengantuk, jangan teruskan. Berhenti dan tidur sebentar. Iangat, jangan sembarang berhenti di daerah yang tidak kita kenal. Paling aman di SPBU.
Bagaimana? Mau jalan kemana kita?
0 Comments
Thank you for your comment. It will appear soon.