Sebenarnya saya sangat ragu mengikuti lomba blog ini, tapi sebagai penyuka jalan-jalan, saya tidak mungkin melewatkan kesempatan berbagi cerita. Ini karena beberapa bulan lalu rumah saya dirampok dan salah datu yang diambil adalah laptop yang berisi foto-foto jalan-jalan saya selama bertahun-tahun, bahkan sejak anak-anak masih kecil. Rasanya seperti kebakaran rumah atau sejenisnya yang merampas seluruh hidup saya. Rekaman jalan-jalan adalah kekayaan saya yang terkira. Didalamnya ada saat senang, kagum, lelah dan takut, yang kesemuanya membuat kita mensyukuri semua yang kita punya, bahkan yang hanya sekedar kita lihat seperti pohon-pohon dan semua yang kita hidu yaitu udara segar.
Di lomba ini saya akan membagi apa yang saya ingat dan rasakan ketika melakukan perjalanan dari Pekanbaru ke Danau Toba (Parapat) melalui jalan darat. Tentang visual, karena saya sudah berkomitmen untuk hanya memuat foto-foto sendiri, bukan copasan atau pinjaman dari blog lain, maka saya telah menemukan meski sangat sedikit foto yang sudah sempat ter publish di blog atau akun media sosial lainnya dengan ukuran kecil.
Jangan Lewatkan Jalan Darat
Dokumen pribadi: pohon sawit tua berjajar rapi sepanjang jalan Raya Lintas Sumatra, Sumatra Utara |
Mengapa harus jalan darat? Karena pemandangannya sungguh-sungguh indah. Jalan rusak di wilayah Riau cukup banyak dan panjang, malah sempat off road. Tapi bagi kami, itu tidak pernah menjadi perusak suasana karena perhatian kami selalu ke hutan-hutan sawit yang tak putus-putus, kebun-kebun nanas, kebun karet dan pertanyaan-pertanyaan dimana kiranya para pekebun itu tinggal. Rumah masih sangat jarang, bahkan kami temukan satu mesjid bagus yang sedang dibangun out of nowhere, tak ada satu rumah pun sampai berkilo-kilo meter. Dugaan kami, rumah penduduk mungkin malah tidak jauh tapi tak tampak karena berada dibalik tanaman perkebunan.
Sedangkan jalan-jalan di wilayah Sumatra Utara lebih mulus, meski ada sepotong jalan yang rusak parah sampai-sampai kami kita peta google telah membuat kami tersesat. Pemandangan di Sumatra Utara juga lebih hijau. Kebetulan sepanjang jalan ada beberapa pesta pernihakan yang sepertinya sangat seru tapi hanya bisa kami intip dari jauh.
Banyak kisah akan terus-menerus menjadi perbincangan keluarga jauh setelah perjalanan itu selesai. Perjalanan darat memberikan persediaan kisah menarik yang sangat banyak.
Jangan Tidur Sepanjang Jalan
Jika bepergian jarak jauh melalui darat, banyak yang melakukannya di malam hari, supaya bisa sampai ditujuan pada pagi hari dan segera beraktivitas. Hemat waktu dan biaya. Tapi saya selalu memilik melakukan perjalanan ketika ada matahari. Selain lebih aman karena bersama anak-anak, juga momen sepanjang jalan itu yang sama berharganya dengan daerah wisata yang menjadi tujuan kita. Meski sebagai navigator sekalipun atau duduk di samping sopir, jangan habiskan waktu dengan tidur sepanjang jalan. Nikmati semua yang ada di sepanjang jalan.
Di wilayah Riau, kita akan melihat perkebunan sawit produktif yang amat luas. Kegiatan penebangan kayu juga marak. sepanjang jalan kita akan beriringan dan berpapasan dengan truk-truk raksasa pengangkut sawit, CPO dan kayu balak. Truk-truk raksasa inilah yang merusak jalan. Truk kayu balak adalah yang paling menakutkan karena tumpukan mereka sangat tinggi. Jika tidak berhati-hati, bisa saja truk-truk itu terbalik dan menimpa mobil disebelahnya.
Mendekati perbatasan juga tampak sedikit perkebunan nanas dan rotan. Nanas Riau berbeda dengan nanas Jawa yang manis segar dengan warna orange. Nanas Riau berwarna pucat dan keras, sangat enak dimasak rendang. Bahkan ketika saya tinggal di Kepulauan Riau dulu, rendang nanas adalah lauk wajib hidangan pesta pernikahan di kampung-kampung.
Banyak kisah akan terus-menerus menjadi perbincangan keluarga jauh setelah perjalanan itu selesai. Perjalanan darat memberikan persediaan kisah menarik yang sangat banyak.
Jangan Tidur Sepanjang Jalan
Jika bepergian jarak jauh melalui darat, banyak yang melakukannya di malam hari, supaya bisa sampai ditujuan pada pagi hari dan segera beraktivitas. Hemat waktu dan biaya. Tapi saya selalu memilik melakukan perjalanan ketika ada matahari. Selain lebih aman karena bersama anak-anak, juga momen sepanjang jalan itu yang sama berharganya dengan daerah wisata yang menjadi tujuan kita. Meski sebagai navigator sekalipun atau duduk di samping sopir, jangan habiskan waktu dengan tidur sepanjang jalan. Nikmati semua yang ada di sepanjang jalan.
Di wilayah Riau, kita akan melihat perkebunan sawit produktif yang amat luas. Kegiatan penebangan kayu juga marak. sepanjang jalan kita akan beriringan dan berpapasan dengan truk-truk raksasa pengangkut sawit, CPO dan kayu balak. Truk-truk raksasa inilah yang merusak jalan. Truk kayu balak adalah yang paling menakutkan karena tumpukan mereka sangat tinggi. Jika tidak berhati-hati, bisa saja truk-truk itu terbalik dan menimpa mobil disebelahnya.
Mendekati perbatasan juga tampak sedikit perkebunan nanas dan rotan. Nanas Riau berbeda dengan nanas Jawa yang manis segar dengan warna orange. Nanas Riau berwarna pucat dan keras, sangat enak dimasak rendang. Bahkan ketika saya tinggal di Kepulauan Riau dulu, rendang nanas adalah lauk wajib hidangan pesta pernikahan di kampung-kampung.
Memasuki Sumatra Utara, perkebunan sawit juga sangat luas tapi dengan tampilan yang beda. Pohon-pohon sawit di Sumatra Utara sudah banyak yang tua dan tidak produktif. Namun pohon-pohon itu dipertahanakan sebagai perindang jalan. Selain jalan awet karena tak lagi dilewati truk raksasa, pohon-pohon sawit menjadi pemandangan yang menentramkan, hijau dan rapi seperti baris. Di wilayah ini terdapat pula pohon karet.
Yang unik di perbatasan Riau dan Sumatra Utara ini adalah papan-papan nama Jawa. Yaaa... disinilah terdapat pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatra). Meski papan-papan namanya banyak yang berunsur Jawa, tapi mayoritas sudah tidak bisa berbahasa Jawa dan enggan jika ditanya asal Jawanya.
Setelah mampir sebentar di Pematang Siantar untuk membeli Roti Ganda yang terkenal dengan srikayanya itu, kami mulai mendekati Parapat. Hari sudah gelap. Lalu turunlah hujan deras! Jalanan menjadi makin gelap dan sulit dilihat. Perjalanan berubah menjadi petualangan. Kanan-kiri jalan berupa hutan dengan pohon-pohon yang sangat tinggi. Tiap kali lampu mobil menyorot pohon-pohon itu, kami seakan kurcaci dinegara para raksasa yang angker. Kami maju terus dengan yakin berada di rute yang benar.
Danau Toba itu sangat luas seperti laut. Saking luasnya, danau Toba meliputi beberapa kabupaten. Parapat hanyalah salah satu sisi kecil dari Danau Toba, tapi terkenal karena merupakan resor. Seperti umumnya resor, Parapat dilengkapi dengan fasilitas hotel, atraksi dan pasar wisata.
Jangan Salah Pilih Hotel
Meski tidak selalu menginap di hotel berbintang, tapi memilih dan memesan hotel selalu kami lakukan sebelum bepergian, karena kami selalu bersama anak-anak. Fasilitas yang kami usahakan ada adalah air panas untuk mandi dan kolam renang. Memilih hotel di kawasan resor sedikit berbeda dengan di kota. Biasanya di hari libu harga kamar melambung tapi fasilitasnya tidak semodern seperti hotel-hotel di kota.
Kami memesan kamar disebuah hotel berbintang yang dilihat dari foto-fotonya sangat menarik. Tapi begitulah foto iklan, kadang jauh dari harapan. Hotel tersebut terletak jauh di atas bukit. Mungkin jika niatnya bulan madu, akan sesuai melihat pemandangan danau Toba yang dahsyat dari jendela kamar. Tapi bersama anak-anak, yang utama adalah main. Selain itu, hotel yang sangat besar dan dihalamannya telah terparkir beberapa bus rombongan ini tidak dijaga bellboy atau satpam. Sambil tengok kanan kiri mencari meja resepsionis, saya langsung tidak enak hati. Hotel tanpa petugas-petugas seperti ini meskipun berbintang, biasanya dikelola oleh manajemen keluarga. Dijamin SOPnya tidak diikuti dengan disiplin.
Kami memesan kamar disebuah hotel berbintang yang dilihat dari foto-fotonya sangat menarik. Tapi begitulah foto iklan, kadang jauh dari harapan. Hotel tersebut terletak jauh di atas bukit. Mungkin jika niatnya bulan madu, akan sesuai melihat pemandangan danau Toba yang dahsyat dari jendela kamar. Tapi bersama anak-anak, yang utama adalah main. Selain itu, hotel yang sangat besar dan dihalamannya telah terparkir beberapa bus rombongan ini tidak dijaga bellboy atau satpam. Sambil tengok kanan kiri mencari meja resepsionis, saya langsung tidak enak hati. Hotel tanpa petugas-petugas seperti ini meskipun berbintang, biasanya dikelola oleh manajemen keluarga. Dijamin SOPnya tidak diikuti dengan disiplin.
Kami balik lagi ke mobil dan saya cepat-cepat browsing mencari nomer telepon hotel lain. Dengan harga yang hanya selisih sedikit, saya membooking kamar di hotel Inna Parapat, di Jl. Marihat 1, telepon 0625-41012/41018, dan meminta operatornya untuk memandu kami menuju hotel tersebut. Pesanan di hotel yang tadi kami batalkan melalui telepon daripada kami susah-susah mencari meja resepsionisnya. Rasanya senang bukan main karena ternyata hotel ini terletak di tepi danau Toba persis.
Pagi merekah dan anak-anak histeris begitu keluar kamar. Danau Toba yang menakjubkan! Anugerah Allah yang maha sempurna. Mereka segera berhambur ke danau dan berendam. Begitu pula siang dan sorenya. Berendam dan berendam lagi. Tidak hanya anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu ikut berenang dan bermain air di Danau Toba yang sejuk. Hotel ini telah membuat satu area pasir putih yang menjadikan tempat bermain air itu kelihatan bersih. Entah darimana mereka mengambil pasir putih itu. Untuk keamanan, petugas telah memasang pelampung mengelilingi area itu dan pengunjung tidak boleh melampaui batas aman tersebut.
Dengan sewa kamar peak season Rp 750.000 per malam beberapa tahun lalu untuk kamar yang bersih dan luas, termasuk sarapan pagi dan makan malam, kami puas. Belum lagi sarapan dengan lauk ikan pora-pora yang terkenal, sejenis dengan ikan bilih di Danau Singkarak, Sumatra Barat. Bagi pecinta kopi, kopi mandailing akan rugi jika terlewatkan. Tapi yang utama adalah karena akses tanpa batas ke Danau Toba tadi.
Jangan Sia-siakan Waktu
Kami hanya merencanakan dua malam satu hari di Parapat sebelum melanjutkan perjalanan ke Medan. Maka tidak bisa tidak, kami harus ke Samosir. Ada angkutan ferry dari pelabuhan Ajibata, tak jauh dari hotel. Tapi dengan pertimbangan harus hemat energi untuk menyetir ke Medan dan kembali ke Pekanbaru, kami memutuskan untuk menyewa speedboat dari hotel dan memilih paket termurah ke Tomok dengan tarif Rp 400.000. Speedboat tidak berangkat dari Ajibata tapi dari pelabuhan mini milik hotel juga.
Sama halnya Danau Toba yang luas, Pulau Samosir juga tidak bisa dijelajahi dalam satu hari saja. Ada beberapa wilayah yang biasa dikunjungi para wisatawan. Tomok hanya salah satunya saja dan yang paling dekat dengan Parapat. Saya belum cerita tadi bahwa satu hal yang paling mengesankan dari orang Batak yang saya jumpai sepanjang perjalanan ini adalah bahwa mereka sangat ramah dan lucu, tidak galak seperti pengacara-pengacara itu. Meski bahasa beda, kehangatan serasa dikampung sendiri.
Di Tomok, kami mengunjungi dua kompleks makam. Seluruhnya ada tiga kompleks sih. Di makam yang pertama, kompleksnya sangat sederhana dan guide-nya sangat sabar. Kami duduk mendengarkan ceritanya dengan patuh seperti murid sekolah. Dia menceritakan dari mulai kepercayaan animisme hingga datangnya orang-orang Aceh. (Maaf tidak bisa cerita banyak, karena dokumentasi berupa video para guide juga ikut diambil perampok). Apakah kita harus membayar guide ini? Saya tidak pernah menjawab pertanyaan seperti itu. Seharusnya kita punya pengertian saja. Meskipun tidak minta, beri saja sukarela sebagai ganti informasi yang sangat berharga. Kami lalu memutuskan mengajak guide ini untuk keliling Tomok.
Sama halnya Danau Toba yang luas, Pulau Samosir juga tidak bisa dijelajahi dalam satu hari saja. Ada beberapa wilayah yang biasa dikunjungi para wisatawan. Tomok hanya salah satunya saja dan yang paling dekat dengan Parapat. Saya belum cerita tadi bahwa satu hal yang paling mengesankan dari orang Batak yang saya jumpai sepanjang perjalanan ini adalah bahwa mereka sangat ramah dan lucu, tidak galak seperti pengacara-pengacara itu. Meski bahasa beda, kehangatan serasa dikampung sendiri.
Di Tomok, kami mengunjungi dua kompleks makam. Seluruhnya ada tiga kompleks sih. Di makam yang pertama, kompleksnya sangat sederhana dan guide-nya sangat sabar. Kami duduk mendengarkan ceritanya dengan patuh seperti murid sekolah. Dia menceritakan dari mulai kepercayaan animisme hingga datangnya orang-orang Aceh. (Maaf tidak bisa cerita banyak, karena dokumentasi berupa video para guide juga ikut diambil perampok). Apakah kita harus membayar guide ini? Saya tidak pernah menjawab pertanyaan seperti itu. Seharusnya kita punya pengertian saja. Meskipun tidak minta, beri saja sukarela sebagai ganti informasi yang sangat berharga. Kami lalu memutuskan mengajak guide ini untuk keliling Tomok.
Guide ini mengajak kami menembus pasar seni menuju Museum Batak. Museum sederhana tapi bersih dan terawat ini menyimpan berbagai artefak penanda jaman perkembangan masyarakat Batak di Tomok. Sebenarnya disana juga disediakan baju adat Batak jika kita ingin berfoto ala orang Batak, sayang kami tak cukup waktu.
Kemudian kami dibawa ke komplek pemakaman Raja Sidabutar. Berhubung guide kami tadi sudah kenal dengan petugas makam, maka kami bisa masuk terlebih dahulu dengan mengenakan ulos. Ulos untuk laki-laki dan perempuan ternyata dibedakan. Tidak seperti di makam pertama yang laksana kelas privat, disini kami menyimak sejarah makam bersama rombongan lain. Guide pemakanan itu sangat lucu. Meski obyeknya adalah pemakanan dan ceritanya penuh darah, kami justru terpingkal-pingkal dibuatnya.
Setelah itu kami melewati kompleks pemakanan ketiga. Sayangnya kami tidak bisa melihat boneka Sigale-gale dan menari tor-tor bersamanya. Tapi gantinya membuat saya hampir menangis senang. Tiga anak tiba-tiba berjajar menari tor-tor diiringi rekaman musik. Lalu datang lagi lain.... lalu datang lagi... dan datang lagi, membentuk barisan panjang dan menarik bersama. Kami seperti terbius dan perlahan duduk di kursi panjang didepan anak-anak itu. Selesai menari, saya memberi anak-anak itu uang masing-masing seribu rupiah dan mereka senang bukan main.
Dalam perjalanan balik ke hotel, pengemudi speedboat mengajak kami mengelilingi satu bagian danau sebentar. Di sebuah batu yang menggantung memanjang ditebing dan memang disebut sebagai Batu Gantung, dia menceritakan legenda batu itu. Katanya itu adalah jelmaan seorang gadis yang bunuh diri karena dijodohkan dengan saudaranya, sementara dia sudah mencintai orang lain. Tragis juga ya ceritanya.
Besoknya, kami menuju air terjun Sipiso-piso yang sangat tinggi. Dari Sipiso-piso kita juga bisa melihat Danau Toba. Jadi dari Parapat ke Sipiso-piso seperti melipir danau saja. Daerah ini berbeda dengan Parapat karena merupakan daerah perkebunan sayur yang subur. Waktu itu sedang panen wortel.
Menjelajahi Danau Toba memang tidak bisa sehari atau dua hari saja. Yang telah saya kunjungi hanya sebagaian dan karena sudah terkenal. Masih banyak kekayaan nusantara yang harus kita ceritakan, seperti yang telah dikumpulkan situs indonesia.travel. Sebenarnya, Indonesia disayang Allah dengan dianugerahi kekayaan yang indah seperti itu. Wonderful Indonesia!
Jangan Lupa Bawa Kenang-kenangan
Kemudian kami dibawa ke komplek pemakaman Raja Sidabutar. Berhubung guide kami tadi sudah kenal dengan petugas makam, maka kami bisa masuk terlebih dahulu dengan mengenakan ulos. Ulos untuk laki-laki dan perempuan ternyata dibedakan. Tidak seperti di makam pertama yang laksana kelas privat, disini kami menyimak sejarah makam bersama rombongan lain. Guide pemakanan itu sangat lucu. Meski obyeknya adalah pemakanan dan ceritanya penuh darah, kami justru terpingkal-pingkal dibuatnya.
Setelah itu kami melewati kompleks pemakanan ketiga. Sayangnya kami tidak bisa melihat boneka Sigale-gale dan menari tor-tor bersamanya. Tapi gantinya membuat saya hampir menangis senang. Tiga anak tiba-tiba berjajar menari tor-tor diiringi rekaman musik. Lalu datang lagi lain.... lalu datang lagi... dan datang lagi, membentuk barisan panjang dan menarik bersama. Kami seperti terbius dan perlahan duduk di kursi panjang didepan anak-anak itu. Selesai menari, saya memberi anak-anak itu uang masing-masing seribu rupiah dan mereka senang bukan main.
Dalam perjalanan balik ke hotel, pengemudi speedboat mengajak kami mengelilingi satu bagian danau sebentar. Di sebuah batu yang menggantung memanjang ditebing dan memang disebut sebagai Batu Gantung, dia menceritakan legenda batu itu. Katanya itu adalah jelmaan seorang gadis yang bunuh diri karena dijodohkan dengan saudaranya, sementara dia sudah mencintai orang lain. Tragis juga ya ceritanya.
Besoknya, kami menuju air terjun Sipiso-piso yang sangat tinggi. Dari Sipiso-piso kita juga bisa melihat Danau Toba. Jadi dari Parapat ke Sipiso-piso seperti melipir danau saja. Daerah ini berbeda dengan Parapat karena merupakan daerah perkebunan sayur yang subur. Waktu itu sedang panen wortel.
Menjelajahi Danau Toba memang tidak bisa sehari atau dua hari saja. Yang telah saya kunjungi hanya sebagaian dan karena sudah terkenal. Masih banyak kekayaan nusantara yang harus kita ceritakan, seperti yang telah dikumpulkan situs indonesia.travel. Sebenarnya, Indonesia disayang Allah dengan dianugerahi kekayaan yang indah seperti itu. Wonderful Indonesia!
Jangan Lupa Bawa Kenang-kenangan
Bagi saya, sebenarnya kenang-kenangan itu tidak harus berbentuk benda seperti gantungan kunci atau kaos. Terlebih karena saya tidak terlalu sukan belanja. Cerita adalah kenang-kenangan yang saya anggap paling berharga. Karena itu, jika ke Parapat, wajib menyiapkan smartphone dan powerbanknya, kamera dan lensanya dan juga handycam jika punya. Smartphone dan kamera sekarang sudah dilengkapi dengan video recorder, tapi saya masih mantap menggunakan handycam.
Namun demikian, demi pergaulan anak-anak dan menyenangkan orangtua, akhirnya membeli beberapa barang juga di pasar seni. Anak-anak memborong pena dan gantungna kunci untuk teman-temannya. Saya membeli kaos dan tas untuk orangtua. Anak-anak juga membeli topi rajut di lokasi air terjun Sipiso-piso.
Kenangan yang terbawa dari perjalanan darat nekad dari Pekanbaru ke Parapat, Danau Toba, itu masih membekas di hati kami sampai sekarang. Anak-anak selalu menanyakan, kapan kami kesana lagi. Karena kesibukan dan kesehatan, kami tidak kembali lagi kesana sampai sekarang. Kami masih mengharapkan kesempatan untuk kembali kesana lagi.
Jika teman-teman ingin merasakan sendiri keindahan, kemegahan dan kehangatan Danau Toba tapi tidak cocok dengan cara saya melakukan perjalanan, masih banyak alternatif yang bisa dicoba.
Horas majua-jua!
5 Comments
uwaaaaaaaa....mupeng,seoga bisa sampai ke danau toba..penasara dari dulu ^^
ReplyDeleteaku juga pengen bgt ke danau Toba..pernah bikin postingan tentang danau toba..tp belum bisa berkunjung langsung ke danau toba..
ReplyDeleteIndonesia memang indah dan kaya pesona :)
Mak Hanna: Ayo mumpung di Siak
ReplyDeleteMak Enny: Moga2 bisa sampai sana mak. Keren deh
wow keren maak :)
ReplyDeleteMak Inna: hayuk kapan kesana :D
ReplyDeleteThank you for your comment. It will appear soon.