Ya, letak candi Borobudur bukan di Yogyakarta tapi di Magelang. Ini bukan kesalahan publik melainkan kepiawaian para pebisnis pariwisata di Yogyakarta dan keberhasilan branding Jogja. Para penggiat pariwisata Jogja selalu memasukkan candi Borobudur, Warisan Budaya Dunia Nomor 392 (tercantum di karcis tanda masuk) dalam paket perjalanan wisata mereka. Secara infrastruktur, pemerintah Jawa Tengah juga terlambat memfasilitasi jalan bebas hambatan dari bandara-bandara di Jateng ke Borobudur. Baru beberapa tahun terakhir ini jalan yang lebar dan mulus sudah menyambung dari bandara Ahmad Yani sampai Borobudur. Apakah itu akan membuat Borobudur diletakkan di posisi yang seharusnya oleh para penggiat wisata? Mungkin akan sulit, tapi setidaknya sudah dilakukan sesuatu.
Secara geografis, Borobudur juga lebih dekat dengan bandara Adi Sucipto dan transportasi umum dari sana lebih mudah didapat, baik dengan taksi maupun bus. Bahkan ada pemberhentian bus di halaman bandara. Pemerintah DIY sangat serius dalam membangun infrastruktur pariwisata.
Waktu yang cocok untuk berkunjung ke Borobudur adalah jangan di tanggal merah atau peak season seperti liburan sekolah dan hari raya dan sebagainya. Tapi tentusaja ini sulit untuk yang tinggal di luar kota dan tidak bisa cuti seenaknya. Saya pernah mencoba datang tepat di Lebaran hari kedua yang konon katanya akan penuh sesak pengunjung. Ketika sampai, jam 12.00, ternyata gate baru dibuka. Sayang, foto-fotonya ada dalam laptop yang diembat perampok. Ya, tiap Lebaran memang buka agak siang. Ternyata lagi, pengunjung tidak terlalu banyak. Rupanya, warga benar-benar menggunakan dua hari Lebaran untuk silaturahim. Barulah dihari ketiga benar-benar penuh, parkirpun jauh sekali. Karcis masuknya Rp 30.000.
Pemeriksaan di pintu masuk Borobudur sangat ketat, tapi harap dimaklumi karena Borobudur pernah dibom oleh kelompok fanatik. Didalam, ketatnya pengaturan masih terasa karena ada protes dari UNESCO yang membiayai pemugaran bahwa Borobudur mengalami kerusakan yang cukup cepat karena jumlah pengunjung yang tak terkendali. Untuk mengendalikan jumlah pengunjung itu, pengelola mewajibkan penggunaan jarik oleh semua pengunjung. Jumlah jarik tidak lebih dari jumlah pengunjung yang boleh naik. Jika jarik sudah habis, pengunjung harus menunggu jarik yang turun dari candi, yang berarti sudah ada pengunjung yang turun pula. Jadi, jarik itu penting banget fungsinya, bukan untuk gaya-gayaan.
Borobudur itu berada ditengah lapangan, jadi panas. Pohon banyak disekitarnya tapi tidak sampai di sekeliling Borobudur supaya tidak merusak pondasi. Jadi, bawalah payung atau topi, air minum dan handuk kecil. Kalau kamera malah tidak harus diingatkan ya heheheee.... Kalau gak kuat jalan dari pintu gerbang ke candi, ada kereta yang siap mengantar.
Ikuti petunjuk pengarahan arus selama diatas candi. Kalau pas dilarang merogoh stupa, jangan lakukan! Ini berkaitan dengan peringatan UNESCO ke pengelola candi tadi. Bisa foto di lokasi yang dilarang itu bukan keren tapi setengah mati begonya.
Keluar dari candi juga perlu perjuangan. Untuk mengakomodasi kepentingan para pedagang, jalur keluar candi dilewatkan pasar seni yang diputar-putar seperti labirin, membuat kita tidak bisa melakukan hal lain kecuali menyusuri seluruh sudut pasar seni sampai ke pintu keluar. Memang tidak ada paksaan beli, pedagang cukup sopan. Tapi karena jalur itu berkelok-kelok sangat jauh dan kadang atapnya ditutup terpal supaya tidak panas, orang-orang yang phobia ruang tertutup seperti saya bisa mudah capek dan merasa sesak karena pengap. Sebaiknya diperhitungkan aliran udara, jalan pintas bagi yang nggak kuat, atau setidaknya kursi-kursi untuk istirahat sebentar. Enggak mungkin nebeng duduk di lapak pedagang. Untuk harga barang-barang souvenir di pasar seni cukup wajar, tapi untuk yang mengasong di warung-warung makan itu harus ditawar habis.
Waktu yang paling menyenangkan untuk datang adalah sore hari karena bagus untuk foto-foto. Tapi biasanya jelang sore sudah sulit masuk. Apalagi di peak season itu mustahil, kecuali mau jalan kaki yang jauh banget.
Candi Borobudur
Warisan Budaya Dunia Nomor 592
PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, Ratu Boko
Magelang, Jawa Tengah
3 Comments
Huaaa, udah berubah banget ik :D
ReplyDeletepernah ke Borobudur sekali kira-kira tahun 2004 (alamakjang sudah 10 tahun yang lalu hahaha), dan masih terasa free dalam artian tidak ada aturan macem-macem seperti sekarang mak :D
jadi pengen kesana lagi deh hihihi
Ayo ke Borobudur lagi :))
DeleteNyari tentang Borobudur, ketemu tulisan Mak Lus :)
ReplyDeleteLebaran kemarin saya ke sini, Mak. Ruamenyaaaa.
Thank you for your comment. It will appear soon.