Sate H Subali di Subah, Batang, ini sangat legendaris diantara deratan restoran Pantura atau Pantai Utara Jawa. Kami sengaja keluar jalan tol dan menempuh 10 km untuk mencapainya dan 10 km lagi untuk kembali ke jalan tol demi melihat lagi kondisi rumah makan ini. Alhamdulillah, kualitas sate H Subali tidak berkurang sedikitpun. Yang berkurang drastis adalah pengunjungnya.
Sebenarnya, kami masih kenyang karena 2,5 jam sebelumnya sudah makan di Cirebon. Tapi rasa penasaran tidak bisa dibendung. Lalu di tol Batang - Semarang, exit gate Kandeman, kami memutuskan keluar dari jalan tol.
Ada peristiwa aneh disini. Google map seperti memberi rute yang mbulet, entah mengapa. Jadi dari tol Kandeman ini sebenarnya bisa langsung belok kanan. Tapi oleh google map kami malah disuruh belok kiri, lalu ambil u-turn untuk menuju ke rute yang benar. Ketika mendekati rumah makan H Subali yang berada di kanan jalan, google map kembali menunjukkan keanehan. Sebenarnya mobil bisa mepet kanan ke median jalan dari jauh, pelan-pelan ambil u-turn, langsung minggir ke kiri. Ambil parkir yang paling ujung agar belokan tidak terlalu tajam. Kalau ragu, bisa ambil putaran setelahnya. Tapi google map menyarankan belok kiri ke sebuah gang dan masuk kampung dulu, lalu keluar di ujung kampung satunya yang berada didepan putaran tadi. Wkwkwkk ribetlah. Untung kami tidak mengikuti saran itu, meski kagok udah telanjur mepet kiri dan harus menunggu lalu lintas benar-benar sepi sebelum menyeberang karena terlihat di tengah kampung itu ditutup buat tenda pernikahan.
Kiri: sate ayam @ Rp 3.800,- per tusuk. Kanan: sate sapi Rp 5.800,- per tusuk. |
Keanehan berlanjut dari arah sebaliknya ketika akan balik lagi ke GT (Gerbang Tol) Kandeman setelah makan. Seharusnya kami belok kiri di pertigaan besar dan langsung masuk GT tersebut. Tapi google map menunjuk belokan sebelumnya yang mengarah ke sebuah daerah yang sepi. Kami sempat belok tapi langsung ragu sehingga tidak kebablasan. Masa iya harus masuk jalan tikus begitu sementara jalan biasa saja nggak ada lawan? Benar, jalan pantura ini sepi sekali. Katanya hanya ramai jika mudik Lebaran.
Rumah makan H Subali mungkin satu-satunya yang masih dihiasi beberapa mobil parkir didepannya. Rumah makan lain di sekitar itu benar-benar sepi, sesuram suasana pantura yang lampu penerangannya tidak menyala. Tidak tampak sisa-sisa hingar bingar masa lalu. Suasana rumah makan sendiri tidak telalu bersinar, seperti lama tidak ada renovasi. Kondisi ini membuat ragu apakah satenya akan berubah mengikuti keadaan yang suram? Untunglah masih bersih hingga ke toilet.
Baca juga: Ayam Goreng Bu Bengat Gringsing Batang
Baca juga: Ayam Goreng Bu Bengat Gringsing Batang
Supaya rata, kami pesan semua jenis daging, yaitu ayam, sapi dan kambing untuk disate. Ada pilihan daging tanpa lemak lo, tapi apa asiknya? Aroma daging tersedap ketika dibakar itu berasal dari lemaknya.
Sate di rumah makan H Subali nggak pakai lama, ya. Pelayannya sat set. Lalu datanglah sate-sate kami, memdesis dengan merdunya di atas hot plate!
Biasanya ada perbedaan antara sate ayam dan kambing, yaitu sate ayam lebih langsing. Tapi di H Subali tidak seperti itu. Apapun dagingnya, dipotong dengan ukuran sama, besar-besar. Karena besar, rasa dagingnya terasa sekali. Lupakan sate taichan yang tipis-tipis itu. Disini sate ayam dibakar ala sate taichan tapi dagingnya besar-besar.
Baca juga: Nasi Kebuli RM Puas Pekalongan
Baca juga: Nasi Kebuli RM Puas Pekalongan
Sate kambingnya empuk, enak dan jadi favorit kami bersama sate ayam. Sate sapinya juga enak, tapi tidak sedahsyat sate kambing dan ayamnya. Cara bakar sate disini beda dengan sate lain karena minim bumbu, tidak dibalur-balur bumbu berlebihan sehingga rasanya benar-benar daging. Kecap dan sebagainya disajikan terpisah setelah matang. Buat penggemar daging, ini bisa jadi alternatif steak.
Harga sate di daftar menu ditulis untuk seporsi berisi 10 tusuk. Tapi di kwitansi ditulis per tusuk. Jadi sebenarnya bisa pesan kurang dari 10 tusuk karena 10 tusuk cukup banyak akibat dagingnya besar-besar. Nasi seporsi Rp 5.000,-. Untuk teh manisnya gratis, sedangkan minuman lain bayar. Tak ketinggalan PPN Rp 10.000,-. Dibandingkan dengan sajiannya, harga ini sangat wajar.
Ada rasa sesak di dada mengingat masa-masa kejayaan pantura. Kendaraan berbagai tipe menyemarakkan jalanan selama 24 jam. Warung-warung makan juga ramai selama 24 jam. Bagaimana dengan semua para pelaku usaha sepanjang pantura ya? Tak mungkin bertahan dengan keramaian yang hanya datang satu atau dua tahun sekali. Yang bertahan mungkin harus menurunkan mutu dan harga untuk menyesuaikan dengan mayoritas pengendara yang lewat, yaitu sopir truk.
Sate kambing Rp 5.500,- per tusuk. |
Tapi perkembangan jaman tak bisa dibendung. Pantura tak bisa lagi menampung beban jumlah kendaraan yang terus meroket. Pembangungan jalan tol adalah solusi yang wajar untuk pantura. Kami hanya berharap tidak ada yang terkorbankan. Misalnya pemilik usaha setempat diberi kemudahan membuka outlet di rest area terdekat.
Faktanya masih banyak rest area yang butuh dukungan produk kuliner. Stan-stan yang ada banyak yang masih semi permanen dengan menjual mie instan saja. Sedangkan hidangan franchise makanan besar tidak bisa menerbitkan nafsu makanan lantaran dimasak & dikemas buru-buru akibat panjangnya antrian. Berharap, pemilik usaha kuliner lokal juga kecipratan antrian tersebut dengan hidangan khas masing-masing.
Akhir kata, jika teman-teman melintas pantura dan butuh makan atau souvenir lokal, keluarlah dari gerbang tol barang sebentar untuk membantu usaha mereka. Yang di rest area nggak akan kekurangan pembeli kok. Daripada antri panjang juga, kan?
Khusus untuk sate H Subali, selain tempatnya yang tidak ada perkembangan, satenya enak dan besar-besar. Makanmu pasti banyak. Perasaan puas akan menyertaimu ketika kamu kembali masuk gerbang tol.
H. Subali Raja Sate
Pusat Sengon Subah
Jl. Raya Pantura km 24
Pekalongan
Telepon 08122781412
Note: alamat diatas dari resi rumah makan. Di google map disebutkan km 18.
5 Comments
Pengen mampir, dulu pas lewat tegal mau ke bumiayu , saya sering bertemu dengan sate H subali. Entah rasanya bagaimana. Hehehe
ReplyDeleteSama enaknya om... Baru syawalan kemarin saya mampir disana. Lestarikan kuliner lokal.
DeleteSiap, dukung kuliner lokal.
DeleteYa Allah, pantura riwayatmu dulu. Semoga para pedagangnya selalu dicukupkan rizkinya. "Sesekali keluarlah dari tol dan singgah di warung makan langgananmu dulu".
ReplyDeleteAamin.
DeleteThank you for your comment. It will appear soon.