Senja beberapa waktu lalu, kami pergi ke Kopi Randu dekat Puncak Bibis di selatan Jogja atau Yogyakarta. Alhamdulillah kami datang di waktu yang tepat, tidak ramai. Baru ketika kami pulang, pengunjung datang berombongan.
PUNCAK BIBIS JOGJA YANG LAGI HITS DI KALANGAN GOWESER
Selain Bali, Jogja merupakan destinasi wisata sepeda idola para goweser. Akomodasi di Jogja lebih mudah menyesuaikan kebutuhan goweser ibukota karena faktor jarak yang lebih dekat. Para peminat sepeda bisa membawa sepeda sendiri. Menggunakan sepeda milik sendiri dianggap lebih nyaman daripada menyewa karena sudah terbiasa.
Jogja menyediakan banyak pilihan area "bermain" bagi para goweser. Beberapa waktu lalu daerah Nanggulan, Kulonprogo, sempat viral lewat foto-foto Dian Sastro dan Anya Geraldine sedang sepedaan.
Puncak Bibis juga menjadi salah satu destinasi favorit para penggemar sepeda. Tapi karena medannya naik turun, kebanyakan yang sepedaan di situ memang sudah lama menjalani hobi bersepeda. Jadi kami penasaran seperti apa Puncak Bibis itu. Tapi nggak naik sepeda ya, melainkan pakai mobil.
JALAN MENUJU PUNCAK BIBIS JOGJA
Seperti masyarakat pada umumnya, kami menggandalkan google map untuk mencapai Puncak Bibis. Seperti masyarakat pada mumumnya pula, kami dibawa google map muter-muter sebelum sampai di lokasi. Dari ring road selatan, kami diarahkan menuju ke Kasongan, lalu melewati jalan kampung yang berliku. Makin lama, deretan rumah makin jarang, makin sepi dan jalanan makin terjal. Sempat deg-degan, khawatir jalan makin sempit atau malah jalan buntu karena kami pernah dibikin nyasar sampai mentok sawah oleh gmaps.
Ternyata rute tersebut tembus ke jalan yang mulus dan besar. Wah kalau jalan ini sih sudah pernah kami lewati menuju Goa Selarong. Mengapa tidak disuruh lurus saja di ring road tadi dan baru belok di jalan ini? Jadi sebenarnya bisa lurus saja dari ring road, bahkan lebih cepat karena jalan mulus dan besar. Paling agak tersedat karena lewat kompleks pasar dan ruko. Nanti ada petunjuk untuk belok ke arah Jl Bibis.
PUNCAK BIBIS JOGJA
Jika mengikuti petunjuk google map, yang namanya Puncak Bibis itu adalah dataran di ujung jalan yang lurus dan naik. Jalan tersebut mentok di sebuah pertigaan. Jika belok ke kanan, akan ada pertigaan lainnya. Disitulah Puncak Bibis!
Puncak Bibis itu isinya rumah penduduk dan beberapa warung. Jadi bukan semacam kita bisa menancapkan bendera disitu lalu foto dengan latar belakang tebing. Kalau melihat foto-foto goweser, warung-warung itu menjadi tempat istirahat mereka.
Kami memustuskan untuk naik lagi. Ya, meskipun menurut peta disitulah Puncak Bibis, tapi itu hanyalah awal dari perjalanan ke atas. Ternyata jalan di atas lebih lebar dan mulus. Semakin ke atas semakin asri dan menyenangkan. Saya sempat melihat ada kotak kontrol PDAM di depan rumah-rumah. Itu tandanya, meski daerah tersebut tinggi, air bukanlah masalah. Saya ingat punya teman yang membangun padepokan seni di sebuah tebing di sana. Dia bilang, tanah di sana masih murah jika dibandingkan dengan Jogja. Lokasinyapun tidak terlalu jauh dari kota. Yang penting, fasilitas hidup seperti air, listrik dan internet terpenuhi. Tapi kami membiasakan diri untuk tidak go show ke rumah orang. Jadi kami tidak berusaha mencarinya karena jalan-jalan kali ini memang mendadak.
Karena makin sore dan kami belum pernah lewat sana, kami putuskan untuk putar balik dan mencari tempat nongkrong. Kalau dilihat di peta sih, jalan tersebut tembus Guwosari, Pajangan, tempat ayam ingkung Mbah Cempluk kesukaan kami.
Baca juga: Ingkung Mbah Cempluk Di Desa Wisata Kuliner Guwosari
KOPI RANDU DI DEKAT PUNCAK BIBIS JOGJA
Di pertigaan menuju Puncak Bibis tadi, jika belok ke kiri ada 2 resto berjajar. Resto ini kelihatan dari bawah, yaitu dari jalan lurus yang menuju ke puncak. Menurut kami, kalau dari bawah kelihatan, berarti dari atas pun bisa melihat ke bawah. Wah asik buat nongkrong nih.
Dekat pertigaan ada sebuah angkringan. Kopi Randu persis setelahnya. Tadinya kami pikir angkringan akan lebih terasa Jogjanya. Tapi berhubung ada remaja, kami putuskan belok ke Kopi Randu saja. Maklumlah, selera remaja memang berbeda. Meski begitu, kami ada perjanjian untuk membatalkan rencana nongkrong jika pengunjugnya ramai. Untunglah tidak lebih dari 5 mobil yang terparkir.
Meski tidak baru, tapi kelihatannya Kopi Randu belum lama berdiri. Atau barusaja renovasi? Yang jelas, fasilitasnya masih bagus. Tempat duduknya terbagi di beberapa area, yaitu area duduk di tepi tebing, area lesehan tepi tebing, area duduk di dekat service area dan area duduk satunya tidak saya lihat. Bagian tengah berupa tanah kosong yang atasnya banyak hiasan lampu. Saya rasa jika mau bikin acara ulang tahun, private wedding atau gathering, bagian tengah tersebut bisa ditata dan dihias karena akan bagus sekali di foto di malam hari.
Tentu saja kami memilih area lesehan karena bisa selonjoran, ngemil dan memandang Jogja yang terhampar di kejauhan. Posisi kami paling strategis mendapat full view. Hari itu agak mendung. Meski posisi kami strategis, tapi kami tidak mengharapkan sunset karena menghadap utara. Alhamdulillah masih mendapatkan semburat warna langit tembaga dari sisi kiri kami. Tapi tidak banyak ngobrol soal lain kecuali memandangi Jogja dari kejauhan sambil menebak bangunan apa saja yang tampak di kejauhan. Kami juga bisa melihat hujan deras telah turun di kabupaten tetangga nun jauh di utara.
Kami agak heran juga karena itu Sabtu sore tapi kok sepi? Apa karena orang-orang masih enggan dine-in akibat pandemi? Atau resto ini kalah pamor dengan kopi-kopian sejenis di wilayah utara semacam Kopi Klotok? Rupanya timing kami saja yang tidak sama dengan orang-orang sekitar situ. Jelang maghrib, ketika kami bersiap pulang, barulah datang beberapa rombongan. Parkir langsung penuh. Mungkin mereka sengaja datang jelas malam agar mendapat tempat strategis untuk malam mingguan. Kelap kelip Jogja di waktu malam pastilah menarik. Tapi kami tetap bergerak pulang.
Baca juga: Kopi Bukan Luwak Dengan Menu Ndeso
HARGA MENU DI KOPI RANDU DEKAT PUNCAK BIBIS JOGJA
Walaupun menyajikan menu ndeso, harga menu resto-resto sejenis ini di wilayah utara termasuk tidak murah bagi warga Jogja. Bagaimana dengan Kopi Randu? Menurut kami, harga-harga menu di Kopi Randu masih terasa ramah di kantong. Memang berbeda dengan angkringan, tapi masih di bawah harga resto sejenis di utara. Jadi kami sangat senang.
Satu lagi keunggulan Kopi Randu dibandingkan dengan resto sejenis adalah jajan pasar yang banyak macamnya, sampai lemper juga ada. Sayang, kwitansi yang perasaan sudah saya amankan kok tidak nemu. Yang saya ingat banget bakwannya karena enak dan besar-besar sehingga saya bolak balik mengambil. Tadinya malah mau membungkus buat dibawa pulang segala. Ya gimana dong, harganya cuma Rp 2.000,-. Tapi meja prasmanan yang menyajikan jajan pasar, lodeh, mangut dan teman-temannya sudah dikerumuni banyak orang, jadi kami mengurungkan niat untuk menjaga jarak.
Selain menu ndeso, ada juga menu kekinian favorit anak muda seperti boba, es krim dan sebagainya yang berada di stan-stan terpisah. Saya tidak menjelajah semua, hanya beli boba dan es krim. Sepertinya ada mie jowo juga.
Kesimpulannya, kami puas banget dengan Kopi Randu karena dapat pemandangan Jogja, suasana santai dan makanan enak dengan harga terjangkau. Untuk kepadatan pengunjung sih untung-untungan, ya. Tentunya kalau pengunjung penuh, pengalamannya akan beda dengan kami. Selama di Kopi Randu, kami tetap menjalankan prokes ketat, yaitu duduk dengan jarak cukup dari tikar orang lain, sedia hand sanitizer dan tissue basah, serta mengenakan masker double termasuk ketika ngobrol kecuali waktu makan dan minum. Semoga teman-teman selalu sehat dan keadaan membaik agar bisa piknik ke Jogja lagi.
Jl Daniswara No.10, Bibis, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, DIY 55751
Telepon: 0877-8416-2191
0 Comments
Thank you for your comment. It will appear soon.